Terima Kasih, Guru”
Dulu aku marah saat engkau menegur,
Kupikir itu benci, bukan cinta.
Kupendam air mata di balik diam,
tak tahu, di setiap cubitan ada doa.
Kini aku mengerti,
tamparanmu bukan hukuman, tapi arah.
Pukulanmu bukan sakit, tapi sadar.
Engkau keras karena tak ingin aku lemah.
Dan kini, dari hati yang telah tumbuh,
Aku hanya bisa berkata perlahan —
Terima kasih, Guru.
Atas cinta yang dulu tak kupahami,
tapi kini menuntunku menjadi manusia sejati.
Komentar