Wajah Pendidikan Indonesia

Kamis, Mei 08, 2025

Perlukah Pelajaran Bahasa Indonesia Kembali Mengadakan Ujian Mengarang?

 


Asyik ada Ujian Mengarang 

Belakangan ini, semakin banyak keluhan dari guru dan pengamat pendidikan mengenai rendahnya kemampuan literasi anak-anak sekolah. Tidak hanya kemampuan membaca pemahaman yang menurun, tapi juga kemampuan menulis yang kian mengkhawatirkan. Anak-anak sekarang sering kesulitan menyampaikan gagasan secara tertulis, bahkan untuk menulis satu paragraf pun mereka merasa kesulitan. Lalu, muncul satu pertanyaan penting: perlukah pelajaran Bahasa Indonesia kembali mengadakan ujian mengarang seperti dulu?

Dulu, Mengarang adalah Rutinitas

Beberapa dekade lalu, pelajaran Bahasa Indonesia identik dengan kegiatan mengarang. Setiap semester, siswa pasti akan diminta menulis karangan bebas atau karangan dengan tema tertentu. Lewat ujian mengarang, siswa dilatih menyusun ide, merangkai kalimat, dan menuangkan pikiran secara terstruktur. Kegiatan ini bukan hanya melatih keterampilan menulis, tetapi juga daya pikir kritis, imajinasi, dan keberanian berekspresi.

Sayangnya, dalam kurikulum saat ini, kegiatan mengarang tidak lagi menjadi bagian utama dalam evaluasi. Penilaian Bahasa Indonesia lebih banyak terfokus pada pilihan ganda, ringkasan bacaan, atau tugas-tugas berbasis modul. Siswa semakin jarang diminta menulis esai, apalagi karangan panjang.

Akibatnya: Krisis Literasi?

Tidak mengherankan bila kemampuan menulis anak zaman sekarang mengalami kemunduran. Mereka terbiasa menjawab soal pilihan ganda, tetapi bingung ketika diminta menjelaskan sesuatu secara tertulis. Ketika diminta membuat teks naratif, deskriptif, atau argumentatif, banyak yang hanya bisa menyalin dari internet atau membuat tulisan seadanya.

Padahal, dalam kehidupan nyata, kemampuan menulis sangat dibutuhkan. Menulis surat lamaran kerja, membuat laporan, menyusun pesan formal, hingga menuangkan ide dalam bentuk proposal — semua membutuhkan keterampilan menulis yang baik.

Mengembalikan Ujian Mengarang: Sebuah Solusi?

Mengembalikan ujian mengarang bukan berarti kembali ke metode lama secara membabi buta. Namun, ini bisa menjadi salah satu cara konkret untuk mendorong siswa berlatih menulis. Dengan catatan, ujian mengarang juga perlu diiringi dengan pembimbingan yang tepat, seperti latihan membuat outline, membangun alur, dan memperkaya kosakata.

Pendidikan bukan sekadar mengejar nilai ujian, tetapi juga membentuk kemampuan hidup yang nyata. Dan menulis adalah salah satu kemampuan dasar yang tak bisa ditawar.

Kembali mengadakan ujian mengarang bukan langkah mundur, justru bisa menjadi lompatan maju dalam membenahi krisis literasi. Anak-anak perlu ruang untuk menuangkan pikirannya, dan menulis adalah salah satu cara terbaik untuk itu. Mari kita dorong agar pelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya mengajarkan aturan bahasa, tapi juga membangun kecakapan berbahasa — salah satunya lewat keterampilan mengarang.