Social Icons

http://www.youtube.com/user/MrEdysiswanto?

Rabu, April 15, 2009

MUTU PENDIDIKAN

[ Kamis, 16 April 2009 ]
Komprehensivitas Pendidikan Ilmu
Oleh Guntur Prayitno

Ngelmu iku kelakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani,

setya budya pangekesing dur angkara

Pucung, Serat Wedhatama, KGPAA Mangkunegara IV

UNTUKMU Guruku 2009 memang sudah rampung. Program sejak 22 Desember 2008 dengan lima even -Pemilihan Guru Favorit, Pemilihan Guru Ideal, Semiloka Pendidikan, Lomba Penulisan Artikel, dan Diklat TI- itu berakhir cukup mengesankan dengan hadirnya Presiden SBY Jumat 3 April lalu. Tetapi, masih ada pekerjaan. Salah satunya menjawab pertanyaan.

Di semiloka, seseorang menanyakan konsep pendidikan yang baik. Karena pas repot, saya tidak menjawab. Nah, sekarang lumayan senggang. Tentu baik menjawabnya.

Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia (SDM) sangat baik. Pengetahuannya luas, sangat cakap, dan berintegritas tinggi (adil, jujur, pengasih, penyayang, peduli, bertanggung jawab, dan lain-lain).

Caranya paling tidak mencakup dua hal: teknik dan isi. Teknik berkaitan dengan kemampuan profesional pendidik. Misalnya, kecakapan pedagogis yang kini gencar ditingkatkan lewat diklat dan semiloka. Isi menyangkut apa saja yang semestinya dididikkan. Tulisan ini mengupas contoh isinya.

Kita sudah punya konsep pendidikan ilmu, seperti di tembang pucung itu. Ilmu (science) meliputi tiga komponen: kaweruh, laku, krenteg. Itu relevan dengan filsafat ilmu modern, yang unsurnya juga knowledge (pengetahuan/kaweruh), skill/process (keterampilan/laku), dan attitude (sikap/pendirian/tekad/krenteg). Sikap meliputi sikap ketika mencari ilmu dan ketika menerapkan perolehannya.

Pendidikan science harus menyeluruh, lengkap, atau komprehensif. Artinya secara simultan mentransferkan seluruh unsur ilmu itu. Pengutamaan pada penguasaan komponen tertentu -contohnya knowledge oriented seperti yang diselenggarakan selama ini- masih memicu pertanyaan. Kualitas produk SDM-nya terus dipertanyakan.

Di sekolah, pendidikan meliputi transfer ilmu sejarah, matematika, bahasa, PKN, IPA, IPS, kesenian, budaya, penjaskes, teknologi, dan agama. Agar produk SDM-nya baik, seluruh komponen pada setiap disiplin ilmu tersebut harus diberikan kepada murid.

Ambil contoh pendidikan agama (Islam), mata pelajaran paling atas pada rapor. Di sana, antara lain, ada materi bahasan bismillahirrahmanirrahim: "ungkapan" yang sangat sering dilafalkan dan semestinya bisa menjadi bushido bagi penganutnya. Sebagai (bagian) ilmu, bismillahirrahmanirrahim semestinya juga berisi tiga unsur tersebut. Karena itu, perlu dicari jabaran setiap unsurnya. Lantas, seluruhnya ditransferkan.

Misalnya, pada tataran knowledge, diajarkan nama dan jumlah huruf serta arti bismillahirrahmanirrahim (= dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang). Selain itu, disampaikan bahwa bacaan itu mengawali setiap surat Alquran. Juga diberitahukan bahwa ungkapan itu mesti dilafalkan setiap memulai aktivitas (yang baik).

Lebih Substansial

Tidak berhenti sampai di situ, seharusnya disampaikan pengetahuan yang lebih substansial bahwa pada ungkapan itu ada aktivitas Allah: memberi. Sebab, sebelum disebut Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Allah memberi mahabanyak kepada makhluk. Kalau dianggap penting, bisa juga diberitahukan bahwa banyak persoalan terjadi karena timpangnya aktivitas menerima dan memberi. Menerima dominan.

Yang paling substansial lagi, manusia diciptakan sebagai wakil Allah di bumi (kalifatullah). Tugasnya mengenakkan makhluk lain (rahmatan lil alamin). Agar dapat menjalankan fungsi itu, manusia harus "mendekati" sifat-Nya. Pendekatannya juga berupa aktivitas memberi. Pemberian tidak mesti materi atau uang. Senyum tulus dan mengenakkan, waktu, tenaga, dan pendapat juga bisa diberikan.

Pada unsur keterampilan/skill, difasihkan lafal bismillahirrahmanirrahim. Juga dilatihkan menulis huruf arabnya. Lantas, secara lebih substansial, seharusnya juga di-drill-kan keterampilan memberi, bahkan -kalau bisa- memberi banyak, sebanyak ia menerima. Drill-nya, antara lain, melemaskan tangan menjulur ke belakang, ke saku celana, membuka kancingnya, mengambil dompet, mengeluarkan sebagian isinya, dan memberikannya kepada orang yang membutuhkan. Perlu juga dilatihkan senyum, senyum simetris, dua sentimeteran. Juga latihan-latihan lain menyangkut pemberian tenaga, waktu, dan pendapat.

Laku bukan hanya aktivitas fisik seperti itu. Perlu juga di-drill-kan proses nonfisik, yakni internalisasi ilmu tersebut ke dalam diri. Bentuknya, antara lain, pelatihan keterampilan obsevasi, persepsi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Menyangkut sikap/attitude, ditekankan kegigihan mencari ilmu. Buyut saya secara ekstrem menggambarkan takaran bulatnya tekad itu sebagai toh pati (bertaruh kematian). Kata beliau, nyecep ngelmu harus menjalani pilihan laku. Antara lain, tapa kungkum (berendam di air mengalir) atau ngebleng pati geni. Setelah ilmu di dapat, ditanamkan sikap baik penggunaannya; bukan untuk berbuat angkara, tetapi untuk p(m)angekesing (memberantas) dur angkara.

Sehubungan dengan bismillahirrahmanirrahim, ditekankan tekad untuk ingin memberi, tidak hanya menerima. Juga ditunjukkan siapa yang perlu diberi dan sikap-sikap yang baik setelah memberi.

Jika seluruh disiplin ilmu, termasuk hukum, kedokteran, manajemen, dll dididikkan seperti itu, saya yakin SDM nanti sangat baik. Integritasnya tinggi. Orientasi hidup bisa bergeser; bukan hanya pada keberhasilan material, tetapi juga melekatnya unsur-unsur integritas. Tidak hanya ingin menerima, menerima banyak; tetapi juga ingin memberi, memberi banyak.

Sayang, pembelajaran ketika dulu saya menjadi murid belum sampai ke substansi dan belum menyeluruh. Akibatnya, saya mogol (tanggung). Makna bismillahirrahmanirrahim yang melekat pada saya adalah Allah Mahakaya, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Tahu sifat Allah begitu, yang dominan pada saya adalah terus meminta kepada-Nya dengan banyak berdoa. Kepada makhluk lain, saya ingin terus menerima, bahkan menerima banyak. Jarang terlintas keinginan memberi.

Kalaupun kadang memberi, saya pilih-pilih, apakah penerimanya akan ganti memberi (banyak). Juga terlintas keinginan bahwa saya akan memberi kalau diberitakan, disiarkan, atau ditayangkan. Senyum pun begitu. Sering tidak simetris sehingga terkesan sisnis, bahkan seringai.

Mengenai ilmu lain, saya juga mogol. Berwawasan luas tidak, cakap tidak, berintegritas tinggi juga tidak. Sangat mungkin akan lain kondisi saya jika sejak dulu pembelajarannya komprehensif.

Ketua Program Untukmu Guruku dan Kepala Editor Bahasa Jawa Pos

Guntur.prayitno@yahoo.co.id

Tidak ada komentar: