[ Senin, 09 November 2009 ]
Setelah Tiga Tahun Program Buku (Murah) Sekolah Elektronik Dijalankan
Omzet Turun, Penerbit Kakap Protes
Sudah tiga tahun ini program BSE (buku sekolah elektronik) diluncurkan. Melalui program tersebut, murid maupun guru bisa mengambil secara gratis materi pelajaran melalui internet. Bagi mereka yang tak bisa mengakses internet, beberapa penerbit berinisiatif mencetak dalam bentuk buku murah. Tapi, mengapa masih saja ada yang tak setuju dengan program ini?
---
HINGGA kini, belum semua sekolah memanfaatkan program itu dengan optimal. Padahal, sejatinya program itu diluncurkan untuk mempermudah guru memperoleh bahan ajar dan mempermudah siswa mendapatkan bahan pelajaran.
Bagi sekolah yang belum dapat mengakses bahan ajar tersebut lantaran terkendala jaringan internet, sudah banyak penerbit yang mencetak bahan tersebut dengan harga murah. Sebab, Depdiknas telah membeli hak cipta buku-buku tersebut.
Hingga tiga tahun BSE diluncurkan, sudah 3.258 judul buku yang dianggap memenuhi studi kelayakan. Buku-buku itu sebelumnya telah melalui penilaian yang dilakukan Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Namun, di antara 3.258 judul buku itu, hanya 940 judul yang hak ciptanya dibeli pemerintah. Buku-buku itu kemudian disuguhkan kepada BSE dan bisa diunduh secara bebas oleh masyarakat.
Kasubid Data Perbukuan Pusat Perbukuan Depdiknas Kadarisman mengatakan, mengunduh buku-buku itu melalui internet hanya merupakan salah satu cara. Selain itu, masyarakat bisa mendapatkan materi bahan ajar tersebut melalui DVD maupun cetakan. Masyarakat umum seperti penerbit bisa mencetak dan memperdagangkan dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. ''Secara umum, HET tertinggi rata-rata sepertiga dari harga swasta,'' jelasnya. Harga buku murah pun hanya berkisar Rp 2.500 hingga Rp 30 ribu per buku.
Kadarisman mengatakan, program buku murah memang amat bermanfaat bagi masyarakat, terutama bagi siswa yang kurang mampu. Kendati demikian, dia mengakui masih banyak kendala yang menyertai program tersebut. Pertama, fasilitas untuk jaringan internet masih terbatas. Sebab, dinilai belum menjangkau daerah pelosok. Kedua, belum semua guru berkomitmen untuk memanfaatkan program buku murah. ''Antusiasmenya belum tinggi,'' ujar lulusan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu.
Selain itu, pihaknya menyatakan bahwa belum banyak pihak swasta yang tertarik untuk menggandakan atau memperdagangkan buku murah. Hingga kini, menurut catatan Pusat Perbukuan Depdiknas, baru beberapa penerbit yang berani menerbitkan buku murah. Antara lain, Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI), Gabungan Toko Buku Indonesia (GATBI), Pusat Perindustrian Buku Indonesia (PPBI), dan PT JP Press Media Utama (Jawa Pos Group).
Masih minimnya penerbit yang melirik untuk mencetak buku murah, kata Kadarisman, karena program itu baru berjalan satu tahun (sejak Agustus 2008). Padahal, kata dia, pencetakan buku murah terbuka untuk semua penerbit. Bahkan, program itu sempat menuai polemik dan protes dari penerbit-penerbit besar. Melalui Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), pernah mendesak agar program buku murah ditiadakan. ''Kami memang bisa memahami protes mereka karena HET buku murah memang dibatasi. Tapi, program ini memang demi masyarakat,'' jelasnya.
Ikapi juga sempat memprotes karena buku murah mengurangi omzet anggotanya. Kendati demikian, kata Kadarisman, meski secara umum Ikapi tak setuju program itu, banyak anggotanya yang secara individu pada akhirnya turut mencetak buku-buku murah tersebut. ''Secara individu, banyak yang sudah mulai memperdagangkan,'' ungkapnya.
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M. Nuh menegaskan bakal mempertahankan program tersebut. ''Kalau memang kebijakan itu baik, nggak usah dihentikan. Kita akan mempertahankan apa yang bagus sambil memperbaiki agar lebih baik,'' tandasnya kepada Jawa Pos Jumat lalu (6/11). Bahkan, sejumlah terobosan baru bakal dilakukan untuk memperbaiki sistem tersebut. Sebab, Nuh tak mengingkari masih ada kendala dan kekurangan pada program itu.
Nuh mengatakan, buku merupakan bagian dari sistem pendidikan (part of education system) yang sangat penting. Yang mahal dari harga sebuah buku, kata dia, adalah isi (content)-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar