Mengapa orang yang berkompeten atau orang yang punya kekuasaan tidak sejak dulu memberikan wadah pada generasi penerus untuk gemar membaca. Seperti bertepuk sebelah tangan. Beraninya kita hanya memasyarakatkan membaca tanpa dibarengi dengan solusi pendukungnya.
Seperti dalam sayembara untukmu guruku yang diselenggarakan oleh Jawa Pos sangat mendorong para guru untuk menulis.
Mestinya tidak hanya berhenti pada guru saja, namun juga diikutkan peserta didiknya. Kalau ingin membudayakan anak gemar membaca, kita-kita yang tua ini harus memberikan rangsangan bagaiman anak menjadi gemar membaca. Tanpa uluran tangan dari generasi tua, seperti seringnya mengadakan lomba karya tulis, menulis cerpen, dan alangkah baiknya kalau diberi satu halaman khusus disetiap media atau koran untuk anak didik dan guru, seperti di Koran Jawa Pos yang sudah dua periode lomba UNTUKMU GURUKU sangat memotivasi guru untuk menulis.
Kapan anak kita gemar menulis, mebaca saja tidak pernah, bagaimana bisa membaca, kalau buku saja tidak punya, bagaimana bisa punya buku kalau buku itu sangat mahal............ yah akhirnya kembali ke koran murah, buku murah sehingga anak Indinesia gemar membaca akhirnya gemar menulis dan menjadi anak yang pandai mengarang, akhirnya jadi penulis-penulis buku yang handal.
2 komentar:
Setuju pak Edy
dorong terus siswa gemar membaca
lengkapi perpustakaan dengan buku yang bermutu
ajak guru untuk memberi tugas kepada siswa membaca di perpus
Manfaatkan perpus untuk pembelajaran jangan mengandalkan buku paket aja.
haryono
Ya bos biar generasi kita jadi orang pinter dan kritis serta tau peluang.
Posting Komentar