I. Latar Belakang.
Dunia saat ini terasa sangat sempit, dengan datangnya kemajuan teknologi yang begitu pesat. Demikian juga perkembangan manusia yang begitu berjubel dalam mempertahankan hidupnya, sehingga banyak pula yang tidak bisa menikmati hidup dengan layak dan panjang umur. Kurang siapnya para pegawai negeri untuk pensiun kebanyakan mereka tidak bisa menikmati sisa hidup di keluaraga maupun di masyarakat. Sebagai kelanjutan dari tulisan kami dengan judul “Guru bukannya sebagai Majikan, tetapi sebagai Pelayan siswa” penulis ingin mengutarakan dampak dari guru sebagai pelayan yang bisa membuat hidup enak dan umur panjang. Walaupun hak prerogatif umur ada di tanganNya, namun salah satu dari membina dan merawat umur panjang adalah menyadari kenyataan yang ada.
Fenomena kurang menyadari realita akan perputaran roda hidup, banyak menimbulkan penyakit yang berakibat pada pendeknya usia manusia. Generasi tua yang mayoritas masih terkena penyakit kolonial (mental penjajah) akan menimbulkan masalah setelah mereka lepas dari ekerjaan ( Pensiun).
II. Mental Priyayi.
Budaya peninggalan penjajah yang masih dirasakan oleh generasi sekarang adalah: pemasungan ide atau kreativitas generasi penerus, kebiasaan main perintah, dan laporan asal bapak senang sangat melekat dihati para generasi tua. Kalau hal ini tidak bisa dikendalikan akan berakibat berbahaya bagi dirinya maupun lingkungannya.
Kalau kita cermati mereka yang berstatus sebagai pegawai negeri apalagi hidup di pedesaan, merupakan penghargaan yang sangat tinggi baginya sehingga akan sulit melepas predikat tersebut, walaupun mereka sudah tidak bekerja lagi (pensiun). Mereka inilah yang mayoritas akan mengalami tekanan batin, sehingga bisa berakibat fatal pada kesehatan dirinya. Kebanyakan mereka akan terkena stress berat yang berakibat timbulnya berbagai penyakit dan sakit-sakitan. Perubahan suasana kantor yang setiap hari mereka geluti, tiba-tiba mereka tidak ada pekerjaan akan menimbulkan masalah tersendiri, sehingga perlu sekali adanya masa persiapan pensiun untuk mempersiapkan para pegawai negeri beradaptasi dengan lingkungannya. Sebetulnya lingkungan ini tidak baru, kalau kita menyadari bahwa perubahan ini memang harus terjadi dan berlangsung pada diri kita.
Jika menyadari pada suatu saat nanti bahwa kita akan tidak bekerja lagi seperti amtenar kota yang tiap pagi berangkat dengan seragam dan bersepatu bagus kemungkinan akan tidak terkena stress, sehingga bisa menyesuaikan diri dengan keluarga dan lingkungannya. Kondisi ini kemungkinan akan semakin bisa menikmati sisa hidup dengan keluarga juga tetangga dan beguna bagi masyarakat sekitarnya.
III. Abdi Negara.
Kata abdi bisa banyak mengandung makna. Menurut kamus W.JS. Poerwadarminta berarti : hamba, orang bawahan, budak tebusan, jadi kita sebagai abdi negara bukanya pegawai yang minta dilayani dan dikasih upeti supaya mengerti. Namanya saja budak ya kita harus menyadari bahwa, pekerjaan kita demi kelangsungan dan kepuasan seluas-luasnya untuk hajad hidup orang banyak. Kalau kita menyadari hal itu, kita akan menikmati sisa hidup di masyarakat dengan bebas serta tidak merasa diperintah oleh pekerjaan bahkan akan menimbulkan kreasi seni dalam hidup tersendiri.
Kita menyadari bahwa, hidup ada di tangan Tuhan/Sang Pencipta, tatapi kalau kita sendiri menyia-nyiakannya akan terasa hambar, pengap, sesak dan sempit arti hidup ini. Bisa jadi umur kita tidak bisa menimang cucu yang akan hadir untuk menggantikan dan meneruskan perjuangan kita. Belum siapnya para pegawai negeri untuk pensiun karena tidak adanya pekerjaan sebagai pengganti kesibukan setiap hari di rumah maupun di lingkungannya. Sehari dua hari tidak terasa, namun kalau hari berganti minggu dan berganti jadi bulan serta tahun, akan terasa sekali kesepian itu muncul.
Jadi kalau kita dapat menterjemahkan arti sebagai abdi negara, hidup kita akan terasa aman serta nyaman dan akan menjadi tumpuan dan harapan orang banyak, baik masih menjadi PN (pegawai negeri) maupun pensiun. Kedatangannya selalu ditunggu dan kepergiannya tidak dimau.
IV. Kesimpulan.
Bangsa Indonesia masih dirasa sangat jauh dari kesadaran untuk bisa menempatkan diri sesuai dengan proforsi masing-masing bidang. Apalagi kalau kita kembalikan pada sisi agama bahwa bekerja itu merupakan ibadah, orang akan kembali kepada kesadaran bahwa semua ini akan terjadi dan kemungkinan akan menimpa pada kita semua.
Kesadaran mempersiapkan diri kita untuk kembali ke masyarakat akan meningkatkan arti hidup semakin lebih hidup, sehingga membuat kehidupan ini semakin bermakna dan panjang deretan jasa yang ditinggalkannya.
Kesehatan adalah harta yang paling kita hargai dan cintai. Kalau kita bisa menyadari dimana menempatkan sebagai pegawai negeri, anggota masyarakat, pejabat, kepala keluarga, ibu rumah tangga dan berbagai profesi yang lain, akan menimbulkan keindahan, keseimbangan dan ketentraman serta kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar