(Mengkritisi Pendidikan yang Hanya Mengejar Nilai, Bukan Kehidupan)
Sekolah seharusnya menjadi tempat terbaik untuk belajar, bukan hanya tentang angka dan teori, tetapi juga tentang bagaimana menjalani kehidupan dengan bijak dan mandiri. Namun, sering kali kita menemukan bahwa guru yang mestinya menjadi teladan dan sumber inspirasi terlalu "manja" dalam memberikan pembelajaran. Mereka hanya terpaku pada buku teks dan nilai akademis, sementara aspek keterampilan hidup justru terabaikan.
Padahal, anak-anak tidak hanya akan menghadapi ujian di atas kertas, tetapi juga ujian kehidupan di tengah masyarakat. Mereka membutuhkan bekal lebih dari sekadar rumus dan hafalan, yakni kemampuan untuk beradaptasi, berkarya, dan mengelola kehidupan sehari-hari.
Sekolah sebagai Sumber Belajar Sejati
Setiap gerak-gerik, perubahan, hingga kegiatan yang terjadi di sekolah seharusnya bisa menjadi sumber pembelajaran yang berharga. Sayangnya, kesempatan itu sering kali hilang karena guru hanya menjalankan rutinitas tanpa menjadikannya pengalaman belajar nyata bagi siswa.
Misalnya, ketika seorang guru membuat kegiatan menanam anggrek. Biasanya hanya sebatas menanam, merawat, lalu selesai. Padahal, dari satu aktivitas sederhana itu, banyak ilmu dan keterampilan yang bisa dipetik. Mulai dari cara memilih bibit, mencatat biaya, menentukan jadwal penyiraman, hingga menghitung potensi keuntungan. Jika dicatat dan dipelajari bersama, anak-anak tidak hanya tahu cara menanam, tetapi juga memahami manajemen, perencanaan, dan tanggung jawab.
Lingkungan sebagai Laboratorium Hidup
Hal yang sama berlaku ketika memelihara ikan. Bukan sekadar memberi makan dan menunggu panen, tetapi sebuah rangkaian pembelajaran nyata. Anak bisa belajar menghitung berapa biaya untuk membeli bibit, seberapa luas kolam yang diperlukan, bagaimana mengelola kualitas air, sampai menaksir biaya perawatan hingga panen. Dari sana, anak-anak memahami bahwa setiap keberhasilan membutuhkan usaha, perhitungan, dan kesabaran.
Inilah yang disebut lingkungan menjadi sumber belajar. Apa pun yang ada di sekitar sekolah bisa dimanfaatkan untuk membentuk keterampilan hidup yang nyata.
Mengubah Paradigma Guru
Seorang guru tidak cukup hanya memberi materi di kelas, tetapi harus mampu mengaitkan setiap aktivitas dengan pelajaran kehidupan. Dengan begitu, anak-anak akan tumbuh lebih dewasa, lebih siap menghadapi tantangan, dan lebih mandiri dalam mengarungi hidup.
Jika guru terus "manja" dengan hanya mengajar sebatas kurikulum akademis, maka anak-anak akan kehilangan kesempatan emas untuk belajar langsung dari kehidupan. Padahal, sejatinya sekolah bukan hanya tempat untuk mencetak nilai, tetapi juga membentuk manusia seutuhnya.
Pesan untuk Guru
Ki Hajar Dewantara pernah berpesan:
“Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya kodrat itu.”
Artinya, guru bukan sekadar pengajar yang memberi hafalan, melainkan penuntun yang menyalakan api kehidupan. Jangan sampai guru menjadi “manja” dengan materi, sementara murid kehilangan bekal untuk menghadapi kenyataan hidup.
Komentar
Seharusnya pendidikan menjadi lentera penerang arah dalsm suasana gelap. Tidak ikutan menambah gelap. Tidak jelas kemana kita sedang mengarahkan tujuan pendidikaan anak anak kita.