Ingatkah saat masa-masa sekolah dulu? Khususnya bagi mereka yang pernah menempuh pendidikan di SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Ketika itu, sebelum menjalani praktek mengajar, sore harinya para calon guru selalu menemui guru pembimbing untuk berkonsultasi tentang perencanaan pembelajaran. Proses ini menjadi tahapan penting agar materi yang disampaikan nantinya mudah dipahami dan diterima oleh anak didik.
Tradisi baik ini sejatinya masih sangat relevan bahkan seharusnya tetap dipraktikkan hingga sekarang. Mengapa? Karena proses perencanaan yang matang akan sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Guru bukan hanya datang ke kelas lalu menyampaikan materi begitu saja, tetapi ia membawa "panggung" yang harus disiapkan dengan penuh perhitungan.
Lesson Study di Jepang: Guru Selalu Belajar
Di negara maju seperti Jepang, hal ini menjadi budaya yang terstruktur melalui program lesson study. Dalam program ini, guru melakukan praktek pembelajaran seolah-olah sedang melaksanakan kegiatan belajar yang sesungguhnya. Sesi ini kemudian dievaluasi bersama oleh sesama guru. Mereka memberikan masukan dan memperbaiki kekurangan demi menciptakan pembelajaran yang optimal di kelas yang sebenarnya.
Tujuan dari lesson study ini adalah menciptakan pembelajaran yang direncanakan dengan sangat baik, menyenangkan, dan efektif. Guru tidak berjalan sendiri, tetapi mendapat dukungan dari komunitas sesama guru yang saling menguatkan dan membantu meningkatkan kualitas mengajar.
Guru Adalah Artis di Panggung Kelas
Dalam konteks inilah guru layak disebut sebagai artis. Guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga aktor yang memerankan peran penting di atas panggung bernama kelas. Seorang artis ditunggu-tunggu kedatangannya dan kepergiannya seringkali tidak diharapkan. Begitu pula seorang guru, kehadirannya selalu dirindukan murid-murid yang antusias menunggu pembelajaran berikutnya.
Menjadi guru bukan pekerjaan yang selesai ketika bel tanda pulang berbunyi. Beban guru justru dimulai jauh sebelum masuk kelas: menyiapkan bahan, merancang metode, memilih media, dan menyusun evaluasi. Saat mengajar pun, guru harus menciptakan suasana yang hidup, membuat murid nyaman, dan memastikan materi terserap dengan baik. Bahkan setelah mengajar, guru masih harus merefleksi dan menilai apakah pembelajarannya efektif atau perlu perbaikan. Waktu yang dibutuhkan guru tidak sebanding dengan durasi mengajarnya. Bisa jadi satu jam mengajar membutuhkan persiapan dan evaluasi hingga tiga kali lipat dari waktu yang dihabiskan di kelas.
Seorang guru yang berhasil "berakting" dengan baik di kelas mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Pelajaran yang berlangsung dua jam pun terasa seperti sepuluh menit. Waktu menjadi relatif ketika anak-anak menikmati proses belajarnya. Sebaliknya, jika guru hadir tanpa persiapan dan kreativitas, dua jam pelajaran bisa terasa membosankan dan melelahkan.
Guru adalah artis, bukan hanya karena kemampuannya tampil di depan kelas, tetapi karena ia membawa misi besar: menciptakan pengalaman belajar yang hidup dan membekas dalam ingatan murid-muridnya. Maka, mari kita kembalikan semangat perencanaan pembelajaran yang matang, kolaborasi antar guru, dan kehadiran guru yang mampu "beraksi" dengan penuh makna di atas panggung pendidikan.

Komentar